Rabu, 10 Juni 2015

sanksi FIFA terhadap (tinjauan dari sisi pemain dan penonton sepak bola

SANKSI FIFA TERHADAP (TINJAUAN DARI SISI HAK PEMAIN DAN PENONTON SEPAK BOLA)

Kegaduhan sepakbola Tanah Air meninggalkan cerita mengenaskan di kalangan industri mulai dari pemain, pelatih, perangkat pertandingan hingga generasi muda yang impiannya hancur lantaran gagal bertanding.
Sehari menjelang dimulai kursus, 30 Mei 2015 FIFA melayangkan sanksi kepada PSSI bahwa hak-hak anggota dicabut karena pemerintah melakukan intervensi dengan pembekuan organisasi sepakbola itu. Alhasil kusrus kepelatihan terpaksa ditutup karena tidak bisa melaksanakan.
Padahal, sebagian besar pemain menggantungkan hidupnya pada kompetisi sepak bola. Kalau mau dilihat lebih jauh lagi, keluarga para pemain pun menggantungkan hidup kepada pada roda kompetisi. Dampak sanksi FIFA hingga penghentian kompetisi membuat nasib puluhan ribu orang juga tak menentu. Belum lagi jika menghitung nasib wasit, ofisial, perangkat pertandingan, maupun pihak lain yang berhubungan dengan kompetisi tersebut. Pemerintah harus melihat bahwa puluhan ribu orang terdampak dengan berhentinya kompetisi ini. Bola ada di pemerintah karena pembekuan induk Organisasi Sepak Bola Indonesia (PSSI) dilakukan oleh pemerintah.

Artinya, pemerintah dalam hal ini Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) harus mempunyai solusi bagi puluhan ribu orang tersebut. Memang mereka berjanji akan membuat kompetisi yang lebih baik dari kompetisi sebelumnya. Tapi, itu membutuhkan waktu yang panjang, sedangkan hidup puluhan ribu orang terdampak sanksi FIFA tersebut tidak bisa menunggu waktu yang panjang. Pun dengan janji Kemenpora menggelar kompetisi Piala Kemerdekaan itu belum menjadi solusi konkret dan permanen untuk menjamin puluhan ribu individu yang terdampak. Jika janji menggelar kompetisi lebih baik itu adalah solusi jalan panjang yang masih membutuhkan proses panjang. Padahal, puluhan ribu orang terdampak sanksi FIFA tersebut butuh solusi jangka pendek yang cepat. Apakah pemerintah cukup mengatakan, seluruh pemain harus bersabar dan menunggu kompetisi yang dijanjikan akan bergulir. Tentu tidak. Hal lain yang pantas dicermati, apakah kompetisi yang dijanjikan pemerintah nanti bisa menjamin posisi para pemain lebih baik? 
Selama ini, harus diakui, dalam kompetisi-kompetisi sebelumnya para pemain hanya menjadi objek dari gelaran sepak bola di Tanah Air. Mereka seolah menjadi objek dari klub maupun penyelenggara kompetisi untuk meraup untung baik materi maupun nonmateri. Padahal, layaknya sebuah kompetisi profesional, pemain adalah subjek, bukan objek. 
Sanksi FIFA ditanggapi dalam berbagai pandangan. Umumnya para pencinta sepakbola sangat menyayangkan dengan keluarnya sanksi FIFA tersebut oleh karena yang rugi adalah kita sendiri. Tanggapan yang sangat ekstrim antara lain adalah menyesalkan mengapa Menpora Imam Nahrowi tidak mencabut surat keputusan pembekuan PSSI sebelum tenggat waktu yang diberikan FIFA yaitu 29 Mei 2015 lalu.
Sanksi FIFA terhadap Indonesia mempunyai implikasi yang sangat luas. Beberapa konsekuensi dari  sanksi FIFA adalah bahwa PSSI kehilangan hak-haknya sebagai anggota FIFA, seperti tertera dalam  statuta FIFA  pasal 12 ayat 1.  Selain itu, semua tim sepakbola Indonesia, baik tim Nasional maupun klub-klubnya dilarang berhubungan keolahragaan  dengan anggota FIFA  yang lain termasuk AFC (Konfederasi Sepakbola Asia). Juga termasuk larangan untuk mengikuti kompetisi-kompetisi yang diselenggarakan oleh FIFA dan AFC, sebagaimana yang terdapat dalam pasal 14 ayat 3. Aspek lain adalah bahwa PSSI dan para offisialnya tidak akan memperoleh hak terkait program-program pengembangan FIFA, serta pelatihan-pelatihan selama masa berlakunya sanksi.
Kalau ditelaah secara mendalam, makna dari sanksi FIFA terhadap Indonesia sangat besar dan luas. Artinya, kerugian yang kita alami sangat besar. Kehilangan hak untuk mengikuti pertandingan internasional berarti peluang pemain-pemain kita baik klub maupun tim Nasional untuk  meningkatkan kualitas sudah tidak ada lagi. Kompetisilah yang membuat para pemain sepakbola menjadi lebih berkualitas. Dengan bertanding melawan tim-tim dan klub-klub bermutu akan banyak pelajaran yang diperoleh para pemain kita.
Kerugian dalam aspek bisnis juga sangat besar. Apalagi dengan dibekukannya PSSI maka dana sponsor tidak akan mengalir. Sementara dana bantuan pengembangan sepakbola FIFA otomatis akan distop. Kerugian ini mempunyai efek berantai, mulai dari pemain, klub, karyawan klub, pengelola dan karyawan lapangan, wasit dan juru garis, bahkan sampai penjaja makanan yang selalu siap saat pertandingan sepakbola berlangsung. Bagaimana dengan sponsor? Jelas dana akan disalurkan ke sektor lain. Tentu saja sponsor juga akan rugi dengan kondisi seperti ini. Alhasil, tidak ada yang untung.
Ketua Dewan Kehormatan PSSI, Agum Gumelar, meminta pemerintah mempertimbangkan kembali kebijakan pembekuan kegiatan organisasi sepak bola nasional tersebut.
"Saya melaporkan kepada bapak Presiden bahwa kondisi pascakeluarnya sanksi dari FIFA ini sangat memprihatinkan dunia sepak bola nasional," kata Agum Gumelar seusai diterima Presiden Joko Widodo di Kompleks Istana Presiden Jakarta, Senin (8/6).
Mantan ketua PSSI menambahkan, "Atas kondisi seperti ini kami mengerti dan saya rasa ini adalah keinginan yang mulia kalau pemerintah menginginkan pembinaan sepak bola nasional harus diperbaiki dan dibenahi. Pembenahan total. Itu kami mengerti sekali dan menghormati sekali."
Namun, Agum meminta agar pola yang dilakukan tidak dengan membekukan PSSI, tetapi langkah bersama antara pemerintah dan komunitas sepak bola nasional memperbaiki kekurangan yang ada. "Jadi kami menyarankan kita benahi persepakbolaan nasional, tapi PSSI harus aktif kembali. Karena kompetisi harus jalan. Tanpa kompetisi tidak ada pembinaan. Dan, kompetisi menyangkut hajat hidup masyarakat banyak, juga jadi hiburan rakyat. Kalau ini ditiadakan ini akan sangat merugikan, terutama dalam proses pembinaan sepak bola," katanya.
Namun itu juga, kata Agum, harus diawali dari klub-klub yang tergabung dalam PSSI. "Tapi itu pun harus inisiatif dari klub, karena yang mendirikan PSSI adalah klub. Jadi saya mohon pembenahan harus kita lakukan. Setuju dengan pemerintah, tapi PSSI harus diaktifkan kembali. Itu saya sarankan pada Bapak Presiden, agar sepak bola nasional bisa normal kembali," kata Agum Gumelar. Selama masa hukuman, PSSI kehilangan hak-hak keanggotaan mereka di FIFA. Selain itu, semua kesebelasan Indonesia (tim nasional atau klub) tidak dapat terlibat dalam kontak olah raga internasional. Hak-hak yang hilang dan larangan yang berlaku termasuk hak untuk ikut serta dalam kejuaraan FIFA dan AFC (Asian Football Confederation, Federasi Sepakbola Asia).

Hukuman yang dijatuhkan FIFA tidak hanya membatasi hak-hak kesebelasan. Anggota dan pengurus PSSI juga tidak dapat terlibat, termasuk sebagai peserta, dalam setiap program pengembangan bakat, kursus, atau pelatihan yang diselenggarakan FIFA maupun AFC.
Secara khusus, dalam surat keputusannya, FIFA menyoroti keikutsertaan tim nasional Indonesia di South East Asean Games 2015 (SEA Games 2015) di Singapura. Mengingat hal ini termasuk kontak olahraga internasional, tim nasional Indonesia seharusnya tidak dapat ikut serta di cabang olahraga sepakbola SEA Games 2015. Namun FIFA memberi pengecualian. Tim nasional Indonesia dapat ikut serta di SEA Games 2015.
“Secara khusus dan tidak berhubungan dengan hukuman, Komite Eksekutif FIFA telah memutuskan bahwa tim nasional Indonesia dapat meneruskan keikutsertaan mereka di SEA Games hingga keikutsertaan mereka berakhir,” bunyi pernyataan FIFA di surat resmi yang mereka keluarkan mengenai penjatuhan hukuman terhadap PSSI.
Sebagai catatan, pertandingan-pertandingan di cabang olahraga sepakbola SEA Games tidak termasuk dalam agenda FIFA sehingga hasil pertandingan-pertandingannya tidak akan memengaruhi peringkat Indonesia di ranking FIFA dan, karenanya, tidak menjadi kewenangan FIFA juga melarang Indonesia ikut serta di SEA Games.
Suporter sepak bola Indonesia sepertinya harus kembali menelan pil pahit. Pasalnya, Indonesia mendapatkan sanksi dari Konfederasi Sepak Bola Asia atau AFC. Sanksi tersebut merupakan buntut dari aksi berlebihan yang dilakukan oleh penonton. AFC menilai bahwa aksi yang dilakukan pada 2 laga pertandingan kualifikasi Piala AFC U-23 yaitu melawan Timor Leste dan Korea Selatan sangat berlebihan. Hal tersebut tetap tidak diperkenankan walaupun saat itu Indonesia menjadi tim tuan rumah. Aksi berlebihan yang dimaksud oleh pihak AFC adalah aksi menyalakan kembang api. Walaupun sepertinya sepele dan sering dilakukan, namun pada ajang AFC supporter memang tidak diperkenankan untuk menyalakan kembang api. Buntut dari aksi berlebihan tersebut, tim Garuda harus rela bermain tanpa supporter pada dua pertandingan Pra-Piala Dunia dan Kualifikasi Piala Asia. Itu artinya, laga tim Indonesia melawan Irak yang akan dilakukan pada 16 Juni 2015 mendatang akan digelar tanpa supporter. Selain itu, Pada laga kandang kontra Thailand yang akan dilakukan pada tanggal 10 Agustus 2015, Indonesia juga kehilangan hak kandangnya karena dinyatakan bermain di tempat netral. Parahnya lagi, keikutsertaan Indonesia dalam 2 ajang tersebut juga masih tidak jelas. Hal ini erat kaitannya dengan kondisi perseteruan antara pemerintah dan PSSI yang masih terus memanas. Selain itu, tim transisi yang sedianya bertemu dengan petinggi FIFA pada tanggal 25 Mei 2015 harus dibatalkan. FIFA telah membahas mengenai pertemuan tim transisi dengan pihaknya. Mereka membalas melalui facsimile dan menyatakan penyesalannya karena harus membatalkan pertemuan tersebut. Alasan pembatalan pertemuan tersebut adalah karena pada tanggal tersebut diadakan Kongres FIFA. Namun, dalam surat tersebut FIFA juga menekankan pihak pemerintah Indonesia untuk segera membatalkan sanksi pembekuan PSSI. FIFA memberikan tenggat waktu hingga tanggal 29 Mei 2015. Jika masalah PSSI tersebut belum bisa diselesaikan, maka pihak FIFA akan memberikan sanksi kepada Indonesia. Jika pada kongres umum nanti tiga perempat dari anggota setuju untuk menjatuhkan sanksi, maka Indonesia sudah pasti akan mendapatkan sanksi sesuai dengan Statuta FIFA pasal 14. FIFA memang akan melakukan kongres umum di Zurich pada tanggal 28 Mei hingga 29 Mei 2015 mendatang.
Lalu, apa yang diharapkan oleh pemain tim Indonesia U-23 kepada para supporter terkait dengan sanksi yang diberikan serta ketidakjelasan keikutsertaan tersebut? Kapten tim nasional Indonesia U-23 menyatakan jika Indonesia jadi berlaga dua ajang tersebut, maka timnya berharap bahwa supporter Indonesia bisa memenuhi Gelora Bung Karno saat berhadapan dengan Brunei Darussalam. Manahati Lestusen menyatakan bahwa dukungan supporter sangat penting dan kehadiran mereka membuat tim Indonesia menjadi semangat dan senang.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar